USAHA MENGISI KEMERDEKAAN (DEMOKRASI LIBERAL DAN DEMOKRASI TERPIMPIN)

30/08/2012 12:28

A. KEHIDUPAN MASA DEMOKRASI LIBERAL

        Sejak bubarnya Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 17 Agustus 1950 secara resmi Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Negara Kesatuan RI pada saat itu menggunakan UUD 1950 sampai terbentuknya konsitusi yang tetap.

Dalam UUD 1950 ditetapkan bahwa sistem demokrasi yang digunakan adalah demokrasi liberal, sedangkan sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer. Dalam kabinet parlementer, kekuasaan pemerintahan tertinggi dipegang oleh perdana menteri, presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara, Perdana Menteri bersama para menteri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).

        Dalam system demokrasi liberal, keadaulatan rakyat disalurkan melalui partai politik. Partai yang mempunyai wakil di pemerintahan disebut partai pemerintahan. Partai yang tidak mempunyai wakil di pemerintahan disebut partai oposisi. Cabinet parlementer yang berkuasa di Indonesia mengalami silih berganti menjalankan pemerintahan. Ketidak stablilan politik ini karena adanya mosi tidak percaya oleh oposisi dalam parlemen akibat kebijakan cabinet yang berkuassa.

        Kabinet yang kebijakannya tidak selaras dengan kehendak mayoritas anggota parlemen dapat dijatuhkan, walaupun kabinet itu belum sempat menjalankan program-programnya itulah yang mengakibatkan silih bergantinya kabinet.

Selama kurun waktu 1950 sampai 1959 di Indonesia terjadi 7 kali pergantian kabinet. Kabinet-kabinet tersebut adalah :

    1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)

  Kabinet ini merupakan koalisi antara Masyumi dengan PNI. Program kerja dari kabinet ini antara lain adalah :

          1. Menyempurnakan organisasi angkatan perang.

          2. Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman.

          3. Konsolidasi dan menyempurnakan organisasi susunan pemerintah.

    4. Mengembangkan dan memperkokoh ekonomi rakyat.

    5. Memperjuangkan penyelesasian Irian Barat.

Hasil yang dicapai pada masa kabinet ini adalah :

        1. Memetakan politik luar negeri Indonesia yang bebasa aktif.

        2. Masuknya Indonesia menjadi anggota PBB.

        3. Dilaksanakannya perundingan masalah Irian Barat dengan pihak Belanda.

Progam-program tersebut tidak dapat dijalankan secara maksimal. Hal tersebut disebabkan karena kabinet ini bubar sebelum masa kerjanya habis. Adapun sebab jatuhnya Kabinat Natsir ini adalah :

        1. Perundingan pengembalian Irian Barat dari Belanda ke Indonesia mengalami jalan buntu.

        2. Adanya mosi tidak percaya dari PNI berkaitan dengan pencabutan peraturan pemerintah No.59 tahun 1950 tentang DPRS dan DPAS yang

            dianggap  menguntungkan Masyumi.

   

    2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)

Program kerja dari kabinat ini antara lain adalah :

  1. Menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai Negara Hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
  2. Mengusahakan kemakmuran rakyat.
  3. Mempersiapkan pemilihan umum.
  4. Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
  5. Memperjuangkan Irian Barat.

Karena banyaknya hambatan dalam kabinet Sukiman membuat hasi kerja kabinet ini tidak maksimal. Kabinet Sukiman jatuh karena menandatangani Mutual Security Act (1951) yang berisi bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat. Dari perjanjian tersebut dianggap bahwa Indonesia menjadi bagian dari Negara Blok Barat, sehingga ditafsirkan akan menodai politik luar negeri bebas aktif.

 

    3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)

Program dari kabinet ini antara lain adalah :

        1. Persiapan pemilu.

        2. Peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

        3. Keamanan dalam negeri.

        4. Perjuangan pembebasan Irian Barat.

        5. Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif.

Kabinet ini menghadapi banyak hambatan dalam melaksanakan tugasnya, antara lain :

        1. Munculnya sentiment kedaerahan akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah.

        2. Adanya konflik angkatan darat yang mengakibatkan terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952.

        3. Adanya peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Utara.

    4. Kabinet Ali-Wongso (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)

Dikenal juga dengan sebutan Ali I, karena dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo (PNI), program kerjanya antara lain :

        1. Program dalam negeri mencakup soal keamanan, pemilu, kemakmuran dan keuangan dan perburuhan.

        2. Politik luar negeri meliputi pelaksanaan politik luar negeri aktif dan pengembalian Irian Barat. Prestasi yang menonjol dari Kabinet ini adalah

            keberhasilannya menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955. Kabinet ini jatuh karena terjadinya permasalahan dalam

            pergantian pimpinan Angkatan Darat yang menimbulkan mosi tidak percaya.

Keberhasilan yang dicapai kabinet ini adalah :

        1. Disusunnya kerangka panitia pelaksanaan pemilu.

        2. Suksesnya pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika.

        3. Membaiknya hubungan dengan Cina.

    5. Kabinet Burhanuddin Harahap dari Masyumi

Adapun program kerja dari kabinet ini adalah :

        1. Mengembalian wibawa pemerintah.

        2. Melaksanakan pemilihan umum.

        3. Pengembalian Irian Barat.

        4. Melaksanakan kerjasama Asia-Afrika.

Keberhasilan kabinet ini adalah :

        1. Diselenggarakannya pemilu tahun 1955.

        2. Dibubarkannya Uni Indonesia-Belanda.

        3. Berhasil menentukan sistem parlemen Indonesia.

Namun banyaknya perseteruan antar para pemenang pemilu, menyebabkan parlemen menjadi deadlock.

    6. Kabinet Ali II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Program kerja dari kabinet ini antara lain adalah :

        1. Pembangunan lima tahunan.

        2. Perjuangan pembebasan Irian Barat.

        3. Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif.

        4. Pembatalan semua hasil KMB.

Keberhasilan kabinet ini antara lain :

        1. Ditandatanganinya undang-undang pembatalan KMB oleh Presiden Soekarno.

        2. Beralihnya perusahaan Belanda menjadi milik warga Tionghoa.

        3. Kepentingan Belanda diperlakukan sesuai dengan hokum yang berlaku di Indonesia.

Kabinet ini jatuh karena timbulnya gejala separatism di daerah-daerah dan adanya perpecahan di dalam tubuh kabinet yaitu antara Masyumi dengan PNI sehingga Masyumi menarik menteri-menterinya dari kabinet.

    7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)

Kerja kabinet ini antara lain :

        1. Pembentuan dewan nasional.

        2. Normalisasi keadaan Republik.

        3. Memperjuangkan lancarnya pelaksanaan pembatalan hasil KMB.

        4. Memperjuangkan kembali Irian Barat ke wilayah Indonesia.

        5. Mempercepat dan mengintensifkan program pembangunan.

Keberhasilan kabinet ini antara lain :

        1. Dibentuknya dewan nasional untuk menampung inspirasi rakyat yang tergabung dalam nonpartai.

        2. Pembersihan pejabat-pejabat yang melakukan korupsi.

        3. Dilaksanakannya konsolidasi dengan daerah-daerah yang melakukan pemberontakan dengan tujuan agar dapat menormalisasikan keamanan

            Negara.

        4. Ditetapkannya peraturan kedaulatan yang tertuang dalam Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957.

Kabinet ini mengalami masalah diantaranya :

        1. Separatisme di daerah.

        2. Perjuangan pembebasan Irian Barat.

        3. Keadaan ekonomi dan keuangan memburuk.

Kabinet Djuanda berakhir setelah presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Partai-partai politik pada masa demokrasi liberal cenderung memperjuangakan kepentingan golongan dari pada kepentingan nasional dan saling bersaing, dan saling menjatuhkan. Sehingga rakyat Indonesia menuntut segera dilaksanakan pemilihan umum. Pemilu pertama dilaksanakan para tahun 1955 yang dilaksanakan dua tahap

Tahap pertama, memilih anggota-anggota DPR tanggal 29 September 1955.

Tahap kedua, memilih anggota-anggota konstituante 15 Desember 1955.

Dalam pemilu pertama ada empat partai yang mendapat suara terbanyak, yaitu :

    1. Masyumi (60 kursi)

    2. PNI (58 kursi)

    3. NU (47 kursi)

    4. PKI (32 kursi)

 

B. KEHIDUPAN POLITIK MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

        Konstituante hasil pemilu 1955 bertugas menyusun UUD baru menggantikan UUDS 1950 mengalami kegagalan. Situasi politik yang tidak menentu ditambah munculnya beberapa pemberontakan mengancam persatuan dan kesatuan Negara. Sehingga mendorong presiden untuk mengeluarkjan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi :

    1. Membuka konstituante

    2. Berlakunya kembali UUD 1945

    3. idak berlakunya UUDS 1950

    4. Membentuk DPRS dan DPAS

        Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka berakhirlah masa demokrasi liberal di Indonesia dan diganti dengan demokrasi terpimpin, dengan  berlakunya kembali UUD 1945. Demokrasi terpimpin diartikan demokrasi yang dipimpin oleh kebijakasanaan dalam permusyawaratan-perwakilan (menurut UUD 1945) akan tetapi Presiden Soekarno menafsirkan terpimpin menjadi Presiden sendiri, sehingga muncul atribut “Pemimpin Besar Revolusi” demokrasi terpimpin menjadi demokrasi yang dipimpin oleh Presiden selaku “Pemimpin Besar Revolusi”.

        Presiden membentuk lembaga Negara seperti MPRS, DPAS, DPRGR, Kabinet Kerja dan Front Nasional.

Pada upacara hari ulang tahun ke-14 Kemerdekaan RI 17 Agustus 1949, Presiden mengucapkan pidato yang diberi judul “Penemuan kembali Revolusi kita” yang lebih dikenal sebagai Manipol (Manifestasi Politik Republik Indonesia) yang dijadikan Garis-Garis Besar Haluan Negara 5 Maret 1960 Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 karena menolak RAPBN tahun 1961 dan diganti dengan DPR baru yang diberi nama DPRGR (DPR Gotong Royong).

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin memusatkan kekuasaan Negara di tangan Presiden, akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945, yaitu :

    1. Prosedur pembentukan DPRGR dan MPRS ditetapkan Presiden.

    2. Membubarkan kedudukan pemimpin lembaga tertinggi dan lembaga Negara sebagai menteri yang berarti sebagai pembantu Presiden.

    3. Membentuk Front Nasional dan Musyawarah untuk membantu Pimpinan Revolusi.

    4. Pengangkatan Presiden seumur hidup.

    5. Memberlakukan NASAKOM.

Masa Demokrasi Terpimpin membagi kekuatan politik dunia menjadi dua :

    1. Oldefo (Old Establised Force) yaitu Negara-Negara imperialis/kolonialis/kapitalis dan negara-negara sedang berkembang yang cenderung pada

        imperialis/kolonialis.

    2. Nefo (New Emerging Force) yaitu kelompok Negara-negara sedang berkembang yang anti-imperialis/kolonialis dan sosialis serta komunis.

        Indonesia termasul dalam kelompok Nefo.

Rencana pembentukan Federasi Malaysia merupakan tantangan terhadap Indonesia, karena beranggapan bahwa pembentukan Federasi ini merupakan Proyek Neo-Kolonialisme Inggris yang membahayakan Revolusi Indonesia. Indonesia menyatakan konfrontasi dengan Malaysia. Presiden Soekarno mengeluarkan komando yang dikenal dengan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang berisi :

    1. Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia.

    2. Bantulan perjuangan rakyat di Malaysia, Singapura, Sabah dan Serawak untuk menggagalkan Negara boneka Malaysia.

 

C. PEMBEBASAN IRIAN BARAT

        Pada masa demokrasi terpimpin, masalah pengembalian Irian Barat ini kembali ditegaskan dengan perjuangan. Perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ditempuh melalui jalur diplomasi, konfrontasi politik dan ekonomi, serta konfrontasi militer.

    1. Perjuangan melalui jalur diplomasi

        - Diplomasi secara bilateral dilakukan langsung dengan pihak Belanda mulai tahun 1950 pada waktu Kabinet Natsir dan kabinet-kabinet berikutnya.

        - Diplomasi multilateral dilakukan Kabinet Ali Sastroamijoyo I di forum Konfrensi Asia-Afrika dan diplomasi Internasional di forum PBB.

    2. Perjuangan melalui jalur konfrontasi politik dan ekonomi.

  Karena melalui jalan diplomasi belum berhasil, pemerintah Indonesia mengambil sikap keras terhadap Belanda, yakni :

        - Pada tanggal 13 Februari 1956, Indonesia membatalkan ikatan Uni Indonesia-Belanda.   

        - Pada tanggal 3 Mei 1956, Indonesia membatalkan persetujuan KMB.

        - Pada tanggal 17 Agustus 1956, membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota Soasiu dan Sultan Tidore, Zaenal Abidin Syah diangkat sebagai

          Gubernurnya.

        - Pada tahun 1956 dilakukan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah air.

        - Pada tanggal 18 November 1957, di Jakarta diadakan rapat umum pembebasan Irian Barat.

        - Pada tanggal 17 Agustus 1950, Pemerintah RI secara sepihak memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Kerajaan Belanda.

    3. Perjuangan melalui jalur konfrontasi militer

        - Pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan suatu komando dengan nama Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta.

          Untuk melaksanakan Trikora, Presiden membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang dipimpin Mayor Jendral Soeharto.

        - Komando Mandala merencanakan operasi-operasi pembebasan Irian Barat dalam tiga tahap, yaitu :

            1. Tahap Infiltrasi, mengadakan penyusupan pasukan ke daerah tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto.

            2. Tahap eksploitasi, mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting.

            3. Tahap Konsolidasi, penegakan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.

        - Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran di Laut Aru yang menenggelamkan KRI Macan Tutul. Komodor Yos Sudarso, Deputy KSAL dan

          Kapten Wiratno beserta pasukannya terbakar dan tenggelam.

    4. Akhir Perjuangan Pengembalian Irian Barat

    Pada tahun 1962. Sekretaris Jenderal PBB, U Than meminta Ellsworth Bunker untuk menjadi penengah perselisihan Indonesia-Belanda mengenai Irian Barat. Bunker kemudian mengajukan usul perdamaian yang dituangkan dalam Bunker Proposal (Rencana Bunker) yang isinya ; Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada RI dengan perantara PBB dan kemudian rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menetukan pendapatnya.

    Pada tanggal 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda sepakat mengadakan perundingan di New York. Hasilnya dikenal dengan Persetujuan New York, yang isinya ; Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) paling lambat tanggal 1 Oktober 1962 dan Pemerintah RI wajib menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) paling lambat akhir tahun 1969.

    5. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)

    Secara tindak lanjut dari perjanjian New York, Pemerintah Indonesia melaksanakan Acr of Free Choice atau Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang diselenggarakan dalam tiga tahap, yaitu :

        1. Tahap pertama (24 Maret 1969) berupa konsultasi dewan-dewan kebupaten di Jayapura mengenai cara penyelenggaraan Pepera.

        2. Tahap kedua, yaitu pemilihan anggota Dewa Musyawarah Pepera berakhir pada bulan Juni 1969.

        3. Tahap ketiga, adalah Pepera itu sendiri yang dilakukan di kabupaten-kabupaten mulai tanggal 14 Juli 1969 di Marauke dan berakhir pada tanggal

            4 Agustus 1969 di Jayapura.

    Akhir Dewa Musyawarah Pepera dengan suara bulat memutuskan bahwa Irian Barat (Irian Jaya) tetap merupakan bagaian dari RI. Duta Besar PBB, Ortis Sanz membawa hasil Pepera untuk dilaporkan dalam Sidang Umum PBB. Tanggal 19 November 1969 Sidang Umum PBB ke-24 menerima hasil Pepera. Sejak itu, secara de jure Irian Barat menjadi bagian dari wilayah RI.

 

D. KEBIJAKAN EKONOMI MASA DEMOKRASI LIBERAL DAN DEMOKRASI TERPIMPIN

    Kebijakan ekonomi yang dilancarkan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia antara lain:

    1. Gunting Safrudin : Pemotongan Nilai Uang menjadi setengahnya untuk mengurangi peredaran uang.

    2. Nasionalisasi De Javace Bank menjadi Bang Indonesia.

    3. Sistem ekonomi gerakan Banteng : mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi Nasional.

    4. Sistem ekonomi Ali Baba ; yaitu pengusaha pribumi diharapkan kerjasama dengan pengusaha non-pribumi, pemerintah memberi bantuan kredit

        kepada pengusaha pribumi.

    Pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan deklarasi ekonomi dengan tujuan menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis dan bebas dari    

    sisa-sisa imperialisme.

    Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah ternyata mengalami kegagalan, hal ini disebabkan oleh :

    1. Penanganan masalah ekonomi tidak rasional.

    2. Ekonomi lebih bersifat politik dan tidak ada kontrol.

    3. Pengeluaran Negara cukup besar.

    4. Inflasi tetap makin tinggi.

    5. Struktur ekonomi menjurus ke ekonomi terpimpin.